I.
KONSEP DASAR MEDIS
A.
Pengertian
Syok Kardiogenik adalah suatu
sindrom klinis dimana jantung tidak mampu memompakan darah secara adekuat untuk
memenuhi kebutuhaan metabolisme tubuh akibat disfungsi otot jantung
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan
patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal,
yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan
sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat
(Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
B.
Anatomi Fisisiologi
Suplai arteri pada
Jantung
Arteri
koronaria adalah yang bertanggungjawab untuk mensuplai jantung itu sendiri
dengan darah yang kaya oksigen. Arteri koronaria adalah end-arteries yang
diujung dan bila terjadi penyumbatan, maka suplai darah ke otot miokardium akan
terhambat (infark miokard). Bila lumen pembuluh darah menyempit karena
perubahan atheromatous pada dinding pembuluh darah, pasien akan mengeluh nyeri
dada yang meningkat secara bertahap pada aktivitas berat (angina). Kondisi ini
tidak memungkinkan otot miokardium meningkatkan kontraksi untuk memenuhi
kebutuhan suplai darah, akibat berkurangnya suplai darah arteri.
Terdapat
variasi ukuran dan letak dari arteri koronaria. Sebagai contoh, pada sebagian
orang, cabang posterior interventikular dari arteri koronaria kanannya lebih
besar dan menyuplai darah ke sebagian besar bagian ventrikel kiri sedangkan
pada kebanyakan orang tempat ini disuplai oleh cabang anterior interventrikular
dari arteri koronaria kiri. Contoh lain, nodus sino-atrial umumnya disuplai
oleh cabang nodus dari arteri koronaria kanan, akan tetapi pada 30-40% populasi
menerima suplai dari arteri koronaria kiri.
Saluran
darah vena jantung Sistem aliran darah vena pada jantung sebagai berikut:
Vena-vena dan arteri-arteri koronaria mengalir ke dalam atrium kanan melalui
sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke dalam atrium kanan ke arah kiri
dari dan superior ke pembukaan dari vena cava inferior. Great Cardiac Vein
mengikuti cabang anterior interventrikular dari koronaria kiri dan kemudian
menjalar ke arah belakang kiri pada cabang-cabang atrioventrikular. Pembuluh
darah vena sedang mengikuti arteri interventrikular posterior dan bersamaan
dengan pembuluh darah vena kecil yang mengikuti arteri marginalis, mengalir ke
dalam sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke pembuluh darah vena pada
jantung.
Sistem
konduksi jantungekg Terdapat 3 jenis sel dalam jantung yang berperan dalam
proses impuls normal di dalam jantung, yaitu:
1.
Sel perintis (pacemaker cells) listrik
jantung. Nodus sino- atrial (SA) adalah pacemaker jantung. Ia terletak di atas
krista terminalis, dibawah pembukaan vena cava superior di dalam atrium kanan.
2.
Sel konduksi listrik jantung. Impuls
yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot atrial untuk
menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus
atrioventrikular (AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan
sinus koronaria. Dari sini impuls diantar ke ventrikel melalui serabut
atrioventrikular (His) yang turun ke dalam septum interventrikular. Serabut His
terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri. Cabang-cabang ini akan berakhir pada
serabut-serabut Purkinje dalam subendokardium dari ventrikel.
3.
Sel miokardium kontraksi jantung. Jika
sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel jantung, kalsium akan
dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung
memiliki banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.
C.
Etiologi
1.
Gangguan kontraktilitas miokardium.
2.
Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang
memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi iskemik.
4.
Komplikasi dari infark miokard akut,
seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark ventrikel kanan,
dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien
dengan infark-infark yang lebih kecil.
5.
Valvular stenosis.
6.
Myocarditis ( inflamasi miokardium,
peradangan otot jantung).
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy,
gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya ).
8.
Acute mitral regurgitation.
9.
Valvular heart disease.
10. Hypertrophic
obstructive cardiomyopathy.
D.
Patofisiologi
LV
= left ventricle
SVR
= systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan
menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas miokard.
Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat.
Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2)
tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin
besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif
resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent",
"oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997). Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997). Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
E.
Manifestasi Klinis
Keluhan Utama Syok Kardiogenik :
1.
Oliguri (urin < 20 mL/jam).
3.
Nyeri substernal seperti IMA.
Tanda Penting Syok Kardiogenik :
1.
Tensi turun < 80-90 mmHg.
2.
Takipneu dan dalam.
3.
Takikardi.
5.
Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah
di kedua basal paru.
6.
Bunyi jantung sangat lemah, bunyi
jantung III sering terdengar.
7.
Sianosis.
8.
Diaforesis (mandi keringat).
9.
Ekstremitas dingin.
10. Perubahan
mental.
F.
Komplikasi
1.
Cardiopulmonary
arrest
2.
Disritmia
3.
Gagal
multisistem organ
5.
Tromboemboli
G.
Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG : mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi,
infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub
jantung.
3. Rontgen
dada :
Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi
bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
4. Scan
Jantung :
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi
jantung : Tekanan
abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan
dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
6. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri
nadi : Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika
CHF memperburuk PPOM.
8. AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim
jantung : meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).
H.
Penatalaksanaan
1.
Pastikan
jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2. Berikan oksigen
8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 - 120
mmHg
3.
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat
memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
4.
Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit,
dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
5.
Bila mungkin pasang CVP.
6.
Pemasangan kateter Swans Ganz untuk
meneliti hemodinamik.
Medikamentosa :
1.
Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
2.
Anti ansietas, bila cemas.
3.
Digitalis, bila takiaritmi dan atrium
fibrilasi.
4.
Sulfas atropin, bila frekuensi jantung
< 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan
kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6.
Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila
ada dapat juga diberikan amrinon IV.
7.
Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
8.
Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk
kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
9.
Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau
takikardi supraventrikel.
Obat
alternatif:
Menurut
Dean AJ, Beaver KM (2007):
1.
Emergent therapy
Terapi ini bertujuan
untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan oksigen,
pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena. Diperlukan usaha
untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.
2.
Volume expansion
Jika tidak ada tanda
volume overload atau edema paru, volume expansion dengan 100mL bolus dari
normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi yang cukup
maupun terjadi kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan
peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga kardiak output.
3.
Inotropic support
a.
Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan
darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat
dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10 menit).
Dobutamine menyediakan dukungan inotropik saat permintaan oksigen miokardium
meningkat secara minimal.
b.
Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah
sistolik kurang dari 75-80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine.
Pada dosis lebih besar
dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara
bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer.
Pada dosis lebih besar
dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan ventricular
irritability tanpa keuntungan tambahan.
c.
Kombinasi
dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang efektif untuk syok
kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping dopamine dosis tinggi yang
tidak diinginkan dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.
d.
Jika dukungan tambahan untuk tekanan
darah diperlukan, maka dapat dicoba norepinephrine, yang berefek
alfa-adrenergik yang lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.
4. Terapi
reperfusi
Reperfusi miokardium
iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan infark miokard
akut dan syok kardiogenik.
II.
KONSEP DASAR
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian
primer
1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas,
meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing.
Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan
pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan
otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan
seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume
darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi
status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran
dan reaksi pupil.
Pengkajian
sekunder
Pengkajian
sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan
format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penurunan
reflek batuk
2. Kerusakan pertukaran gas b.d. Perubahan membran
kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung b.d. Perubahan kontraktilitas
miokardial/ perubahan inotropik.
4. Kelebihan volume cairan b.d. Meningkatnya produksi
adh dan retensi natrium/air.
C.
Intervensi
Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penurunan
reflek batuk
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria
hasil:
a. Tidak ada suara snoring
b. Tidak terjadi aspirasi
c. Tidak sesak napas
Intervensi :
1) Kaji kepatenan
jalan napas
2) Evaluasi gerakan
dada
3) Auskultasi bunyi
napas bilateral, catat adanya ronki
4) Catat adanya dispnu,
5) Lakukan pengisapan
lendir secara berkala
6) Berikan fisioterapi
dada
7) Berikan obat
bronkodilator dengan aerosol.
2. Kerusakan
pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan : setelah dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi dan ventilasi adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi dan ventilasi adekuat
Kriteria hasil:
a. GDA dalan rentang normal
b. Tidak ada sesak napas
c. Tidak ada tanda sianosis atau pucat
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi
napas, catat adanya krekels, mengi
2) Berikan perubahan
posisi sesering mungkin
3) Pertahankan posisi
duduk semifowler
3. Penurunan curah
jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien
menunjukkan tanda peningkatan curah jantung adekuat.
Kriteria
hasil:
a. Frekuensi jantung meningkat
b. Status hemodinamik stabil
c. Haluaran urin adekuat
d. Tidak terjadi
dispnu
e. Tingkat kesadaran
meningkat
f. Akral hangat
Intervensi:
1) Auskultasi nadi
apikal, kaji frekuensi, irama jantung
2) Catat bunyi jantung
3) Palpasi nadi
perifer
4) Pantau status hemodinamik
5) Kaji adanya pucat
dan sianosis
6) Pantau intake dan
output cairan
7) Pantau tingkat
kesadaran
8) Berikan oksigen
tambahan
9) Berikan obat
diuretik, vasodilator.
10) Pantau pemeriksaan
laboratorium.
4. Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mendemonstrasikan volume cairan
seimbang
Kriteria
hasil:
a.
Masukan dan
haluaran cairan dalam batas seimbang
b.
Bunyi napas
bersih
c.
Status
hemodinamik dalam batas normal
¨
Berat badan
stabil
¨
Tidak ada edema
Intervensi :
1)
Pantau / hitung haluaran dan masukan cairan setiap hari
2)
Kaji adanya distensi vena jugularis
3)
Ubah posisi
4)
Auskultasi bunyi napas, cata adanya krekels, mengi
5)
Pantau status hemodinamik
6)
Berikan obat diuretik sesuai indikasi
D. Evaluasi
Berhasil tidaknya
penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok,
mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi
kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
0 komentar:
Posting Komentar