A.
KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
1. Pengertian
a. Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa
lambung dan usus halus (Cecily &
Linda, 2009).
b. Gastroenteritis adalah infeksi saluran pencernaan
yang disebabkan oleh enteropatogen termasuk bakteria, virus dan parasit
(Nelson, 2000).
c. Gastroenteritis adalah pasien yang mengalami diare
dan muntah akut yang mengalami peradangan pada lambung dan usus (Sodikin,
2011).
Jadi dapat
disimpulkan jika Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung dan usus yang ditandai
dengan diare dan muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit
yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.
2. Anatomi
Fisiologi
Sistem pencernaan berurusan dengan
penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk di asimilasi tubuh. Saluran
pencernaan terdiri atas bagian-bagian berikut diantaranya :
a.
Mulut
Mulut merupakan bagian dari saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang di antara gusi dan gigi dengan bibir dan pipi, serta bagian dalam yang terdiri dari rongga mulut. Pada mulut ini terdapat palatum anterior dan posterior yang terdiri atas membran mukosa (palatum mole). Pada saat fetus terdapat saluran dari mulut dan hidung adalah satu dan kemudian terpisah oleh prosesus palatinus yang akan bertemu di garis tengah dan apabila menetap palatum yang terpisah dapat terjadi sumbing.
Mulut merupakan bagian dari saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang di antara gusi dan gigi dengan bibir dan pipi, serta bagian dalam yang terdiri dari rongga mulut. Pada mulut ini terdapat palatum anterior dan posterior yang terdiri atas membran mukosa (palatum mole). Pada saat fetus terdapat saluran dari mulut dan hidung adalah satu dan kemudian terpisah oleh prosesus palatinus yang akan bertemu di garis tengah dan apabila menetap palatum yang terpisah dapat terjadi sumbing.
Di mulut, makanan mengalami proses
mekanis yang pertama disebut proses mengunyah dengan cara menghancurkan makanan
sehingga tidak melukai dinding saluran pencernaan dan memungkinkan makanan
sampai merata dengan bahan yang terdapat dalam saliva yang mengandung enzim
pencernaan pati amilase selama tiga bulan pertama, khususnya enzim amilase akan
memecah amilium menjadi maltose.
b.
Faring
Faring merupakan bagian saluran
pencernaan yang terletak dibelakang hidung, mulut dan laring. Faring berbentuk
kerucut dengan bagian terlebar di bagian atas hingga vertebra servikal keenam. Faring
langsung berhubungan dengan esofagus, sebuah tabung yang memiliki otot dengan
panjang kurang lebih 20-25 sentimeter dan terletak dibelakang trakea, didepan
tulang punggung, kemudian masuk melalui toraks menembus diagfragma yang berhubungan
langsung dengan abdomen serta menyambung dengan lambung
c.
Esofagus
Esofagus merupakan bagian yang berfungsi menghantarkan
makanan dari faring menuju lambung. Esofagus berbentuk seperti slinder yang
berongga dengan panjang kurang lebih dua sentimeter dengan kedua ujungnya
dilindungi oleh sfingter. Dalam keadaan normal, sfingter bagian atas selalu
tertutup, kecuali bila ada makanan masuk kedalam lambung. Keadaan ini bertujuan
untuk mencegah gerakan balik sisi organ bagian atas selalu tertutup, yaitu esofagus.
Proses penghantaran makanan dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu lingkaran
serabut otot di depan makanan mengendor dan yang dibelakang makanan berkontraksi.
d.
Ventrikulus
Lambung merupakan bagian saluran
pencernaan yang terdiri atas bagian atas (disebut fundus), bagian utama, dan
bagian bawah berbentuk horizontal (antrum pilorik). Lambung berhubungan
langsung dengan esofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum
melalui orifisium pilorik. Lambung terletak dibawah diagfragma dan di depan
pankreas, sedangkan limpa menempel pada sebelah kiri fundus.
Lambung memiliki fungsi yaitu fungsi
motoris serta fungsi sekresi dan pencernaan. Fungsi motoris lambung adalah
sebagai reservoir untuk menampung makanan sampai dicerna sedikit demi sedikit
dan sebagai pencampur adalah memecah makanan menjadi partikel-partikel kecil
yang dapat bercampur dengan asam lambung. Fungsi sekresi dan pencernaan adalah
mensekresi pepsin dan HCl yang akan memecah protein menjadi pepton, amilase
memecah amilum menjadi maltosa, lipase memecah lemak menjadi asam lemak dan
gliserol membentuk sekresi gastrin, mensekresi faktor intrinsik yang
memungkinkan absorpsi vitamin B12, yaitu di ileum, dan mensekresi mukus yang
bersifat protektif. Makanan berada pada lambung selama 2-6 jam. Kemudian
bercampur dengan getah lambung (cairan asam lambung yang tak berwarna) yang
mengandung 0,4% HCl untuk mengasamkan semua makanan serta bekerja sebagai
antiseptik dan desinfektan dalam getah lambung terdapat beberapa enzim.
Diantaranya pepsin, dihasilkan oleh pepsinogen serta berfungsi mengubah makanan
menjadi bahan yang lebih mudah larut dalam renin, berfungsi membekukan susu
atau membentuk kasein dan karsinogen yang dapat larut.
e.
Usus Halus
Usus halus merupakan tabung
berlipat-lipat dengan panjang kurang lebih 2,5 meter dalam keadaan hidup.
Kemudian, akan bertambah panjang menjadi kurang lebih 6 meter pada orang yang
telah meninggal. Akibat adanya relaksasi otot yang telah kehilangan tonusnya.
Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar yang
memanjang dari lambung hingga katup ileo kolika.
Usus halus terdiri dari tiga bagian,
yaitu abdomen dengan panjang kurang lebih 25 cm. jejenum dengan panjang kurang
lebih 2 m dan ileum dengan panjang kurang lebih 1 m atau 3/5 akhir dari usus.
Lapisan dinding dalam usus halus mengandung berjuta-juta vili, kira-kira
sebanyak 4-5 juta yang membentuk mukosa menyerupai beludru. Pada permukaan
setiap villi terdapat tonjolan yang menyerupai jari-jari yang disebut
mikrovili. Villi bersama-sama dengan mikrovili dan valvula kaniventes menambah
luasnya permukaan sekresi dan absorpsi serta menghalangi agar isinya tidak
terlalu cepat berjalan sehingga absorpsi lebih banyak terjadi.
Pada dinding usus halus, khususnya
mukosa terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang disebut kelenjar soliter,
berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi. Di dalam illeum, nodula ini
membentuk tumpukan kelenjar yang terdiri atas 20-30 kelenjar soliter.
Fungsi usus halus pada umumnya
adalah mencerna dan mengabsorpsi chime dari lambung. Zat-zat makanan yang telah
halus akan diabsorpsi di dalam usus halus, yaitu pada duodenum, dan disini
terjadi absorpsi besi, kalsium dengan bantuan vitamin A, D, E, dan K. dengan
bantuan empedu dan asam folat.
f.
Usus Besar
kolon merupakan sambungan dari usus
halus dimulai dari katup ileokolik dan ileosaekal yang merupakan tempat
lewatnya makanan. Usus besar memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter. Kolon
terbagi atas asenden, transversum, desenden
dan berakhir direktum yang panjangnya kira-kira 10 cm dari usus besar, dimulai
dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Fungsi utama usus besar
adalah mengabsorpsi air (kurang lebih 90%), elektrolit, vitamin dan sedikit
glukosa. Kapasitas absorpsi air kurang lebih 5000cc/hari. Flora yang terdapat
di dalam usus besar berfungsi untuk mensintesis vitamin K dan B. serta
memungkinkan pembusukan sisa-sisa makanan
g.
Rektum
Terletak dibawah colon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
oscracum dan oscogcigis.
h.
Anus
Adalah bagian dari saluran
pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar. Terletak didasar
pelvik, dindingnya diperkuat oleh tiga spincter :
1) Spincter Ani Internus, bekerja tidak
menurut kehendak.
2) Spincter Levator Ani, bekerja tidak
menurut kehendak.
3) Spincter Ani Eksternus, bekerja
menurut kehendak.
(Pearce C. 2004)
Organ Asesoris
a.
Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar di
dalam tubuh yang terletak di bagian paling atas rongga abdomen, disebelah kanan
di bawah diagfragma, dan memiliki berat kurang lebih 1500 gram (kira-kira 2,5%
orang dewasa).
Hati terdiri dari dua lobus, yaitu
lobus kanan dan kiri yang dipisahkan oleh ligamen falsifornis. Pada lobus kanan
bagian belakang kantung empedu terdapat sel yang bersifat fagisitosis terhadap
bakteri dan benda asing lain dalam darah. Fungsi hati adalah menghasilkan cairan
empedu, fagisitosis bakteri dan benda asing lainnya, memproduksi sel darah
merah dan menyimpan glikogen.
b.
Kantung Empedu
Kantumg empedu merupakan sebuah organ
berbentuk seperti kantong yang terletak dibawah kanan hati atau lekukan
permukaan bawah hati sampai pinggiran depan yang memiliki panjang 8-12 cm dan
berkapasitas 40-60 cm³. kantung empedu memiliki bagian fundus, leher, dan tiga
pembungkus, yaitu sebuah luar pembungkus peritoneal, sebelah tengah jaringan
berotot tak bergaris dan sebelah dalam membran mukosa.
Fungsi kantong empedu adalah tempat
menyimpan cairan empedu, memekatkan cairan empedu yang berfungsi memberi pH
sesuai dengan pH optimum enzim-enzim pada usus halus, mengemulsi garam-garam
empedu, mengemulsi lemak, mengekskresi beberapa zat yang tak digunakan oleh
tubuh, dan memberi warna pada feses, yaitu kuning kehijau-hijauan (dihasilkan
oleh pigmen empedu). Cairan empedu mengandung air, garam empedu, lemak,
kolesterol, pigmen fosfolipid, dan sedikit protein.
c.
Pankreas
Pankreas merupakan kelenjar yang
strukturnya sama seperti kelenjar tubuh dan memiliki panjang kurang lebih 15
cm. pankreas terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian kepala pankreas yang paling
lebar, badan pankreas yang letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra
lumbalis pertama, serta bagian ekor pankreas yang merupakan bagian runcing di
sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Pankreas memiliki dua fungsi, yaitu
fungsi eksokrin yang dilaksanakan oleh sel sekretori yang membentuk getah
pankreas yang berisi enzim serta elektrolit dan fungsi endokrin yang tersebar
diantara alveoli pankreas. (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).
3. Insiden
Gastroenteritis
akut adalah penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak-anak setelah
flu. Sekitar separuh dari Gastroenteritis terjadi dalam tiga
sampai empat bulan pada puncak musim dingin dengan angka penyakit tertinggi
pada anak antara usia tiga bulan sampai dua tahun yang dimana retrovirus yang
merupakan agens kausatif Gastroenteritis akut yang masuk
rumah sakit sekitar 50% antara 5% dan
10% anak yang masuk rumah sakit adalah karena terinfeksi adenovirus enterik dan
15% lainnya disebabkan oleh bakteri (Cecily & Linda, 2009).
4. Etiologi
Penyebab utama Gastroenteritis akut
adalah :
a. Virus (Rotavirus, Adenovirus enterik, Virus Norwalk,dll)
b. Bakteri atau toksinnya (Campylobacter, Salmonella, Shigella,
Escherichia coli, Yersinia, dll)
c. Parasit ( Giardia lamblia, Cryptosporidium, Tamoeba histolytica).
Penderita biasanya tidak perlu
mempunyai tinjanya untuk diperiksa telur dan parasit kecuali kalau ada riwayat
perjalanan ke daerah endemik baru-baru ini, biakan tinja negative untuk
enteropatogen lain dan diare menetap selama lebih dari seminggu. Mereka
merupakan bagian dari ledakan serangan Diare
atau mereka menderita gangguan imun. Pemeriksaan lebih dari satu spesismen
tinja mungkin perlu untuk menegakkan
diagnosis. Obat-obat tertentu, senyawa anti diare, dan barium dapat
menganggu identifikasi enteropatogen parasit.
5. Patofisiologi
Penyebab
utama Gastroenteritis akut
adalah virus, bakteri atau toksinnya serta parasit. Patogen-patogen ini
menimbulkan penyakit dengan menginfeksi sel-sel, menghasilkan enterotoksin atau
sitotoksin yang merusak sel, atau melekat pada dinding usus. Pada Gastroenteritis akut, usus halus adalah alat pencernaan
yang paling sering terkena. Gastroenteritis akut ditularkan melalui fekal oral dari orang ke orang melalui air
dan makanan yang terkontaminasi. Enteropatogen yang masuk ke dalam mulut dapat
merusak dapat merusak mekanisme pertahanan dan melalui proses mekanisme yang
berlangsung berurutan sehingga menyebabkan terjadinya diare. Proses tersebut
meliputi adhesi, menginvasi epitalium, kemudian berpoliferasi, memproduksi
toksin, sel absorpsi mengalami kerusakan, merangsang proses sekretoris,
mengadakan interferensi dengan air, elektrolit dan transport, atraksi
khemotaktik lekosit dan pembebasan sitokin, merangsang respon inflamatoris
lokal dan sistemik, merusak pembuluh darah dan terjadi perdarahan (Suraatmaja,
Sudaryat. 2007).
Patofisiologi
muntah & diare
Muntah adalah suatu refleks kompleks
yang diperantarai oleh pusat muntah di medula oblongata otak. Implus-implus
aferen berjalan ke pusat muntah sebagai aferen vagus dan simpatis.
Implus-implus aferen berasal dari lambung atau duodenum dan muncul sebagai
respons terhadap distensi berlebihan atau iritasi, atau kadang-kadang sebagai
respons terhadap distensi berlebihan atau iritasi, atau kadang-kadang sebagai
respons terhadap rangsangan kimiawi oleh emetik (bahaya yang menyebabkan
muntah). Misalnya ipekak. Hipioksia dan nyeri juga dapat merangsang muntah
melalui pengaktifan pusat muntah. Muntah juga dapat terjadi melalui
perangsangan langsung bagian-bagian otak yang terletak dekat dengan pusat
muntah di otak. Obat-obat tertentu mencetuskan muntah dengan mengaktifkan pusat
ini, yang disebut Chemoreseptor trigger
zone, yang terletak di dasar ventrikel ke empat. Muntah yang timbul akibat
perubahan gerak yang cepat diperkirakan berlangsung melalui perangsangan Trigger zone ini. Pengaktifan chemoreceptor trigger zone dapat secara
langsung mencetuskan muntah, atau secara tidak langsung melalui pengaktifan
pusat muntah. Input dari pusat-pusat otak nyang lebih tinggi di korteks dan
peningkatan tekanan intrakranium (TIK) juga dapat merangsang muntah, mungkin
dengan secara langsung merangsang pusat muntah. Muntah proyektil terjadi
apabila pusat muntah dirangsang secara langsung dan sering oleh peningkatan
TIK. Apabila refluks muntah telah diawali oleh refluks muntah, maka muntah
tersebut terjadi melalui peningkatan beberapa saraf kranialis ke wajah dan
kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot abdomen dan
diagfragma. Eksitasi jaras-jaras ini menyebabkan timbulnya respons muntah yang
terkoordinasi. Gejala-gejala tertentu biasanya mendahului muntah, termasuk
mual, takikardia, dan berkeringat.
Diare
adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja. Diare dapat terjadi akibat
adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap dalam tinja yang disebut diare
osmotik atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah
infeksi virus atau bakteri di usus halus distal atau usus besar. Iritasi usus
oleh patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus, sehingga terjadi peningkatan
produk-produk sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga
mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motalitas. Peningkatan
motalitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang
tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkurang. Individu yang
mengalami diare berat dapat meninggal akibat shock hipovolemik dan kelainan
elektrolit. Toksin kolera yang dikeluarkan oleh bakteri kolera adalah contoh
dari bahan yang sangat merangsang mortalitas dan secara langsung menyebabkan
sekresi air dan elektrolit kedalam usus besar, sehingga unsur-unsur plasma yang
penting ini terbuang dalam jumlah besar. Diare juga dapat disebabkan oleh
faktor psikologis yang diperantarai oleh stimulasi usu dan saraf parasimpatis
(Elizabeth J, Corwin. 2001).
Virus-virus yang menyebabkan diare
pada manusia secara efektik menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung villus
pada usus halus. Biopsy usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan
villus dan infiltrate sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan
patologis yang diamati tidak berkolerasi dengan keparahan gejala-gejala klinis
dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena
walaupun biasanya digunakan istilah Gastroenteritis, walaupun pengosongan
lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk (Nelson.
2000).
6. Manifestasi
Klinik
Tanda dan gejala Gastroenteritis
adalah :
a. Konsistensi feses cair (diare) dan
frekuensi defekasi meningkat
b. Muntah (umumnya tidak lama)
c. Demam (mungkin ada atau tidak)
d. Kram abdomen, tenesmus
e. Membran mukosa kering
f. Fotanel cekung (bayi)
g. Berat badan turun
h. Malaise
Macam dehidrasi dapat ditentukan
berdasarkan derajatnya :
a.
Dehidrasi
ringan
1)
Kehilangan
cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 liter
b.
Dehidrasi
sedang
1)
Kehilangan
cairan 2-4 liter atau antara 5-10% BB
2)
Serum
natrium mencapai 152-1558 mEq/lt
3)
Mata
cekung
c.
Dehidrasi
berat
1)
Pengeluaran
atau kehilangan cairan sebanyak 4-6 lt
2)
Serum
natrium mencapai 159-166 mEq/lt
3)
Hipotensi
4)
Turgor
kulit buruk
5)
Oliguria
6)
Nadi
& pernapasan meningkat
7)
Kehilangan
cairan mencapai >10% BB
(Hidayat,
A. Aziz Alimul, 2006).
Derajat
dehidrasi berdasarkan Skor Maurice King
Bagian tubuh yang diperiksa
|
Nilai untuk gejala yang ditemukan
|
||
0
|
1
|
2
|
|
1) Keadaan umum
2) Kekenyalan kulit
3) Mata
4) Ubun-ubun besar
5) Mulut
6) Denyut nadi/menit
|
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat > 120
|
Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140)
|
Mengigau, koma atau shock
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering&sianosis
Lebih dari 140
|
Catatan
:
1) Untuk menentukan kekenyalan kulit,
kulit perut “dicubit” selama 30-60 detik kemudian dilepas
Jika
kulit kembali normal dalam waktu :
2-5
detik : turgor kulit agak
kurang (dehidrasi ringan)
5-10
detik : turgor
kurang (dehidrasi sedang)
>
10 detik : turgor
sangat kurang (dehidrasi berat)
2) Berdasarkan skor yang ditentukan
pada penderita, dapat ditentukan derajat dehidrasinya
Skor
0-2 : dehidrasi ringan
Skor
3-6 : dehidrasi sedang
Skor
>7 : dehidrasi berat
(Suraatmaja,
Sudaryat. 2007)
7. Komplikasi
8. Pemeriksaan Diagnostik
9. Penatalaksanaan
Akibat dari Gastroenteritis yang tidak di tangani degan segera adalah sebagai berikut :
a. Dehidrsi berat, ketidakseimbangan elektrolit
b. Shock hipovolemik yang terdekompensasi (hipotensi, asidosis metabolik, perfusi sistemik buruk)
c. Kejang demam
d. Bakterimia
e. Gagal ginjal akut
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah semar feses, untuk memeriksa adanya darah (lebih sering pada Gastorenteritis yang berasal dari bakteri)
b. Evaluasi volume, warna, konsistensi, adanya mukus atau pus pada feses
c. Hitung darah lengkap dengan diferensial
d. Uji antigen immunoassay enzim untuk memastikan adanya retrovirus
e. Kultur feses (jika anak dirawat di rumah sakit, pus dalam feses, atau diare yang berkepanjangan) untuk menentukan patogen.
f. Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit
g. Aspirasi doudenum (jika di duga G. lamblia)
h. Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi, organisme shigella keluar melalui urine).
9. Penatalaksanaan
Bila anak hanya mengalami dehidrasi ringan pelaksanaan dilakukan dengan rawat jalan, rehidrasi dapat dilakukan peroral dengan larutan rehidrasi oral (Pedialyte, Ricelyte). Cairan rehidrasi oral diberikan sedikit tapi sering (5 sampai 15 ml). bagi yang mendapat ASI dapat terus disusui selama periode diare. Dalam hal dehidrasi berat, anak dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan terapi intravena (IV) demi mengatasi dehidrasinya. Jumlah dehidrasi dihitung dan cairan diganti dalam 24 jam, bersamaan dengan pemberian cairan rumitan.
Jika ada shock, segera dilakukan
resusitasi cairan (20 ml/kg larutan salin normal atau larutan Ringer Laktat;
ulangi bila perlu). Pada kasus-kasus ini, bila pemasangan jalur IV todak berhasil,
rite intraoseus dapat dipakai untuk memberikan cairan dalam keadaan darurat
pada anak yang berusia kurang dari 6 tahun. Bila perfusi sistemik telah
membaik, berarti koreksi dehidrasi telah dimulai.
Setelah rehidrasi selesai, diet
dapat dilanjutkan dengan diet biasa yang mudah dicerna, makanan yang paling
baik ditoleransi adalah karbohidrat kompleks (nasi, gandum, sereal, kentang dan
roti), yogurt, daging tidak berlemak, buah-buahan, dan sayuran. Diet klasik
adalah BRAT (banana/pisang, rice/nasi, applessauce/SAUS APEL, dan toast/roti
panggang), walaupun dapat ditoleransi dengan baik, mengandung protein, lemak,
dan kalori yang rendah untuk energi jus, minuman berenergi, dan softdrink harus
dihindari
Pemberian cairan rehidrasi dari ASI
dan makanan per oral telah dilaporkan menurunkan durasi Diare. Pengembalian ke makanan oral normal adalah penting,
khususnya pada kasus sebelum terjadinya malnutrisi.
Pemberian antimietik dan
antispasmodik biasanya tidak dianjurkan. Antibiotik juga tidak diindikasikan
pada sebagian besar kasus karena Gastroenteritis bakterial maupun viral dapat sembuh dengan sendirinya. akan
tetapi, antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh
organisme Shigella, E. coli,
organisme Salmonella, (dengan sepsis
atau infeksi setempat), dan G. Lamblia,
antibiotik dapat memperpanjang status karier pada infeksi Salmonella.
B.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Di dalam
memberikan Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau langkah-langkah Proses
Keperawatan yaitu Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi.
1. Pengkajian
a. Biodata
:
1) Identitas klien
(Nama, Tempat/Tanggal Lahir, Agama,
Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Tanggal Pengkajian dan Diagnosa Medik).
2) Identitas
orang tua
Ayah
dan ibu (Nama, Umur, Pendidikan, Agama dan Alamat).
3) Identitas
saudara kandung
(Nama, Usia, Hubungan dengan Klien, Status Kesehatan).
b.
Keluhan
Utama
Biasanya klien akan mengeluh Demam, Anoreksia, Malaise,
Nyeri kepala, biasa disertai Batuk.
c.
Riwayat
Keluhan Utama (PQRST)
P : (Provokatif/paliatif)
Apa
yang menyebabkan gejala? Apa saja yang dapat mengurangi/memperberat
Q : (Kualitas)
Bagaimana
keluhan yang dirasakan, sejauh mana keluhan yang dirasakan.
R : (Regional/radiasi)
Dimana
gejala itu terasa ? Apakah menyebar ?
S : (Skala keparahan)
Seberapa berat keluhan yang dirasakan, skala numerik 1-10
T :
(Timing/waktu)
Kapan gejala mulai timbul, seberapa sering gejala terasa
(apakah tiba-tiba atau bertahap)
d.
Riwayat
Kesehatan
1) Riwayat
kesehatan sekarang
Keadaan yang biasa ditemukan antara lain : Demam,
Mual-Muntah, Bibir Kering, Turgor kulit jelek,
Nafsu makan menurun, dan biasa
disertai Batuk.
2) Riwayat
kesehatan masa lalu
(Khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
a)
Pre Natal Care
(1)
Pemeriksaan kehamilan ibu selama hamil
berapa kali
(2)
Keluhan selama hamil : apakah ada
perdarahan, infeks, ngidam,
muntah-muntah , demam, serta perawatan selama hamil.
(3)
Riwayat : Terkena sinar dan Therapi
obat
(4)
Kenaikan Berat Badan selama hamil,
(5)
Immunisasi TT selama hamil berapa kali
(6)
Golongan darah ibu dan golongan daran
ayah.
b) Natal
(1) Tempat
melahirkan: apakah di RS, Klinik, atau Rumah
(2) Lama
dan jenis persalinan : Sponta,, Forcep, Operasi
lain-lain
(3) Cara
untuk memudahkan persalinan: apakah di beri obat perangsang
(4) Komplikasi
waktu lahir : Robek perineum atau Infeksi nifas
c) Post
Natal
(1) Kondisi
Bayi : BB lahir,dan PB bayi saat lahir.
(2) Apakah
anak mengalami: penyakit Kuning, Kebiruan, Kemerahan, apakah ada problem
menyusui., BB tidak stabil.
(Untuk
Semua Usia)
Apakah klien pernah menderita penyakit yang sama
atau penyakit lain sebelumnya, apakah pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya.
e.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang pernah atau sedang
mengalami penyakit yang sama atau penyakit lainnya.
f.
Riwayat
Imunisasi
Apakah imunisasi yang didapat oleh klien lengkap
atau tidak, yaitu BCG, DPT (I, II, III), campak, polio (I, II, III dan IV) dan
hepatitis atau tidak.
g.
Riwayat
Tumbuh Kembang
1) Pertumbuhan
fisik
a) BB
(Berat badan)
(1) Berat
badan lahir : 2500-4000 gr
(2) 3-12 bulan :
usia(bulan+9)
2
(3) 1 – 6 tahun
: Usia(tahunx2+8)
(4) 6 – 12 tahun
: Usia(tahun) x 7-5
2
b)
TB
(Tinggi badan)
(1)
Tinggi
badan lahir : 50 cm
(2)
1 tahun :
75cm(1,5 x TB Lahir)
(3)
4 tahun :
2 x TB lahir
(4)
6 tahun :
1,5 x TB setahun
(5)
13 tahun :
3 x TB lahir
(6)
Dewasa :
3,5 x TB lahir
2)
Perkembangan
tiap tahap : Usia anak saat
a) Berguling : 3 – 6 bulan
b) Duduk : 6 – 9 bulan
c) Merangkak : 9 – 10 bulan
d) Berdiri : 9 – 12 bulan
e) Berjalan : 9 – 18 bulan
f) Senyum pertama kali :
3 bulan
g) Bicara
pertama kali : 2 – 3 tahun
h) Berpakaian
tanpa bantuan: 3 tahun
h.
Riwayat
Nutrisi
1) Apakah
diberikan ASI sejak lahir dan berapa lama pemberian.
2) Apakah
diberikan susu formula, sejak kapan diberikan dan mengapa diberikan susu
formula.
3) Apakah
diberikan makanan tambahan dan sejak kapan diberikan.
i.
Riwayat
Psikososial
Keadaan tempat tinggal, lingkungan rumah klien dan
hubungan antara anggota keluarga serta siapa yang menjadi pangasuhnya.
j.
Riwayat
Spiritual
Gangguan support sistem dalam keluarga dan bagaimana
kegiatan keagamaan dalam keluarga.
k.
Reaksi
Hospitalisasi
1) Pemahaman
keluarga tentang sakit dan rawat inap.
2) Pemahaman
klien tentang sakit dan rawat inap.
l.
Aktivitas
Sehari-hari
1)
Nutrisi : Riwayat nutrisi
sebelum sakit dan saat sakit, mual-mual nafsu makan klien menurun.
2)
Cairan : Riwayat cairan
sebelum sakit dan saat sakit
3)
Eliminasi : Riwayat sebelum sakit dan
saat sakit
4)
Istirahat
dan tidur : Riwayat sebelum sakit dan
saat sakit
5)
Olahraga : Riwayat sebelum sakit dan
saat sakit
6)
Personal
hygiene : Riwayat sebelum sakit dan
saat sakit
7)
mobilitas
fisik : Riwayat sebelum sakit
dan saat sakit
8)
Rekreasi : Riwayat sebelum sakit dan
saat sakit
m.
Pemeriksaan
Fisik
1) Keadaan Umum
2) Tanda-tanda Vital
TD : Tekanan
darah ( hipotensi / menurun )
N : Nadi (
meningkat )
P :
Pernapasan ( meningkat)
S : Suhu (
meningkat sampai 38-39 oC)
3) Antropometri
a)
Tinggi
Badan
b)
Berat
Badan
c)
Lingkar
Lengan Atas
d)
Lingkar
Kepala
e)
Lingkar
Dada
f)
Lingkar
Perut
g)
Skin
fold
4)
Sistem Pernapasan
Melakukan observasi
pada sistem pernafasan seperti : Frekuensi pernafasan, gangguan pada pola
nafas, bersihan jalan nafas, bunyi ronchi dan wheezing, gerakan dada dan
bentuknya. Apakah ada sekret, epistaksis, polip, pembesaran kelenjar dan apakah
ada tumor atau tidak pada leher.
5) Sistem Cardiovaskuler
Melakukan pemeriksaan pada cardiovaskuler seperti : Denyut
nadi, konjungtiva pucat atau tidak, bunyi jantung I/II, tekanan darah, capillary
reffiling time.
6) Sistem Pencernaan
a)
Mulut : bibir apakah
lembab, kering, pecah-pecah, observasi
adanya stomatitis, jumlah gigi, dan kemampuan menelan.
b)
Gaster : Apakah nampak kembung, ada nyeri
dan auskultasi, gerakan peristaltik.
c)
Abdomen :
Hati teraba atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak.
d) Anus : Apakah ada lecet atau hemoroid.
7)
Sistem
Indera
a)
Mata :
Visus, lapang pandang
b)
Hidung :
Kemampuan penciuman
c)
Telinga :
Keadaan daun telinga, kaji kemampuan mendengar
8) Sistem Saraf
a) Fungsi Cerebral
(1)
Status
mental (orientasi, daya ingat dan bahasa).
(2)
Tingkat
kesadaran (eye, motorik, verbal)
Lakukan pengukuran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)
(3)
Kemampuan
bicara.
b)
Fungsi Cranial
(1)
Nervus I (olfactorius)
penciuman dengan mata tertutup, minta anak dengan
mengidentifikasi bau seperti kopi, alkohol, parfum atau bau lainnya; uji setiap
lubang hidung secara terpisah.
(2)
Nervus
II (opticus)
visus dan kemampuan lapang pandang, Periksa persepsi
sinar , ketajaman penglihatan perfier.
(3)
Nervus III, IV, VI (Oculomotorius,
Trochlear, Abducens)
Minta
anak mengikuti objek (mainan) atau sinar pada enam langkah posisi cardinal, Minta
anak melihat ke bawah dan kedalam dan minta anak melihat kearah sisi temporal.
(4)
Nervus V (Trigeminus)
Minta anak menggigit dan membuka rahangnya; periksa
kesimetrisan dan kekuatannya dengan mata tertutup, lihat bila anak dapat
mendeteksi sinar yang disentuhkan pada region mandibular dan maksilaris, uji
refleks kornea dan kedipan dengan menyentuh kornea.
(5)
Nervus VII (fasialis)
Minta anak tersenyum, membuat wajah lucu, atau
memperlihatkan gigi untuk melihat kesimetrisan ekspresi. Minta anak
mengidentifikasi larutan dengan rasa manis atau asin.
(6)
Nervus VIII (akustikus): pendengaran
Uji pendengaran; perhatikan adanya kehilangan ekuilibrium
atau adanya vertigo (pusing).
(7)
Nervus IX (glosofaringeal)
Stimulasi faring
posterior dengan spatel lidah; anak harus mengalami refleks muntah. Tes
rasa asam atau pahit pada segmen posterior lidah
(8)
Nervus X (Vagus)
Perhatikan suara serak, refleks muntah dan kemampuan
untuk menelan; periksa apakah ovula ada di garis tengah; bila di rangsang
dengan spatel lidah,harus menyimpang ke
atas dan sisi yang di rangsang.
(9)
Nervus XI (Aksesori)
Minta anak menahan bahu sambil memberikan tekanan sedang;
dengan tangan di letakkan di bahu ,minta anak memutar kepala menghadap tekanan
pada sisi yang lain; perhatikan kesimetrisan dan kekuatannya.
(10) Nervus XII (Hipoglosal)
Minta anak menggerakkan lidah ke semua arah; minta anak
menjulurkan lidah sejauh mungkin; perhatikan adanya penyimpangan dari garis
tengah.
c)
Fungsi Motorik :
Massa otot, tonus otot dan kekuatan otot.
d)
Fungsi
Sensorik : Respon terhadap suhu, nyeri, getaran.
e)
Iritasi
Meningen : Apakah ada kaku kuduk.
9) Sistem Musculoskeletal
Bentuk kepala, vertebrae, lutut, kaki, tangan.
10) Sistem Integumen
a) Rambut : warna rambut, kebersihan, mudah tercabut
atau tidak
b) Kulit : warna, temperatur dan kelembaban.
c)
Kuku : warna, permukaan kuku dan
kebersihannya.
11) Sistem Endokrin
Keadaan kelenjar tiroid, eksresi urine, suhu tubuh.
12) Sistem Perkemihan
Odema palpebra,
keadaan kandung kemih, observasi kelainan berkemih.
13) Sistem Reproduksi
Observasi keadaan genetalia.
14) Sistem Imun
a) Alergi
terhadap cuaca, debu, bulu binatang dan zat kimia.
b) Adanya
penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca.
n.
Tingkat
Perkembangan
1) 0
– 6 tahun : DDST (Denver Developmental Screening Test)
Aspek perkembangan
yang dinilai dengan menggunakan DDST pada umur 0 – 6 tahun.
a)
Personal Social (perilaku sosial)
Aspek yang
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
b)
Fine Motor Adapative (Gerakan
motorik halus)
Aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil,
tetapi memerlukan koordinasi yang cermat
c)
Language (bahasa)
Kemampuan untuk
memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
d)
Gross motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan sikap tubuh.
2) 6
tahun Keatas
a) Perkembangan
kognitif
b) Perkembangan
psikoseksual
c) Perkembangan
psikososial.
o.
Pemeriksaan
Diagnosis
1) Pemeriksaan
darah kimia darah
2) Pemeriksaan
darah lengkap
(Wong,
Donna L. 2004)
2. Perencanaan
Setelah perumusan Diagnosis
Keperawatan, selanjutnya adalah Pelaksanaan Intervensi yang ditetapkan sebagai
acuan tindakan guna menghilangkan Masalah Keperawatan klien :
a. Kekurangan volume cairan yang
berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan dari traktus GI ke dalam
feses atau muntahan
Tujuan : pasien memperlihatkan tanda rehidrasi dan
mempertahankan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil : Anak memperlihatkan tanda hidrasi yang
adekuat
1.
Membrane
mukosa lembab
2.
Turgor
kulit adekuat
3.
Kadar
elektrolit sesuai usia
4.
Tidak
ada tanda dehidrasi
5.
TTV
normal
6.
Haluaran
urin sebesar 1-2 ml/kg/jam.
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pantau asupan dan haluaran cairan
anak
2. Timbang BB anak setiap hari
3. Kaji warna kulit anak, turgor
kulit, fontanel, tingkat kesadaran, waktu pengisian ulanga kapiler, dan
membrane mukosa, pada setiap
pergantian dinas.
Beri tahu dokter dengan segera setiap perubahan signifikan pada status anak
4. Pantau anak untuk mendeteksi demam
5. Pantau kadar elektrolit serum anak
6. Beri larutan elektrolit per oral
(misalnya, pedialyte) sesuai program
|
1. Asupan dan haluaran cairan anak
menentukan status hidrasi anak dan menjadi pedoman dalam terapi penggantian
cairan
2. BB secara langsung mengukur status
hidrasi
3. Kulit pucat, turgor buruk,
fontanel yang melesak ke dalam, penurunan tingkat kesadaran, peningkatan
waktu pengisian-ulang
kapiler,
dan membrane mukosa kering mengidentifikasikan dehidrasi.
4. Demam meningkatkan dehidrasi dan dapat meningkatkan infeksi
5. Kadar elektrolit serum yang
abnormal mengindikasikan ketidakseimbangan cairan yang membutuhkan terapi
segera
6. Larutan elektrolit per oral dapat
menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah dan diare.
|
b. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan kehilangan cairan akibat diare dan
asupan cairan yang tidak adekuat
Tujuan : Pasien mengkonsumsi nutrien dalam jumlah yang adekuat
untuk mempertahankan berat badan yang tepat menurut usianya.
Kriteria hasil : Anak
akan mempertahankan asupan nutrisi adekuat yang ditandai oleh BB stabil
Intervensi
|
Rasional
|
1. Timbang BB anak setiap hari dan
pantau asupan serta haluaran dengan cermat
2. Konsultasikan dengan ahli diet di
rumah sakit tentang kebutuhan diet anak
3. Puasakan anak sampai muntah reda,
kemudian dengan perlahan beri cairan jernih
4. Tambah makanan yang mengandung
tinggi karbohidrat ke dalam diet, misalnya nasi putih, kentang sebagai
alternative. Perkenalkan diet BRAT
|
1. pemantauan berat badan, asupan dan
haluaran setiap hari menentukan status nurisi anak
2. Anak membutuhkan perencanaan diet
yang cermat untuk memastikan bahwa ia menerima nutrisi yang adekuat, walaupun
ia muntah atau diare
3. Status puasa memungkinkan sistem
gastrointestinal beristirahat dan mengurangi muntah. Cairan jernih kurang
mengiritasi saluran cerna daripada makanan padat dan membantu mengganti
cairan yang hilang
4. Diet tinggi-karbohidrat membuat
feses kental. Diet BRAT membantu mengurangi efek diare. Pisang menggantikan
kalium, beras dan saus apel meningkatkan konsistensi feses, the menggantikan
cairan yang hilang dan mengurangi inflamasi. Roti panggang dapat meredakan
iritasi.
|
c.
Resiko
menularkan infeksi yang berhubungan dengan mikroorganisme yang menginvasi
traktus GI
Tujuan : Pasien (orang lain) tidak memperlihatkan tanda
infeksi GI
Kriteria hasil : Infeksi tidak menyebar ke orang lain
Intervensi
|
Rasional
|
1. Implementasikan isolasi substansi
tubuh atau praktik pengendalian infeksi rumah sakit, termasuk pembuangan
feses dan pencucian yang tepat serta penanganan spesimen
yang tepat
2. Pertahankan pencucian tangan yang
benar
3. Pakaiakan popok dengan tepat
4. Gunakan popok sekali pakai
superabsorbent
5. Ajarkan anak bila mungkin,
tindakan perlindungan
|
1. Untuk mencegah penyebaran infeksi
2. Untuk mengurangi resiko penyebaran
infeksi
3. Untuk mengurangi kemungkinan
penyebaran feses
4. Untuk menampung feses dan
menurunkan kemungkinan terjadinya dermatitis popok
5. Untuk mencegah penyebaran infeksi
seperti pencucian tangan setelah menggunakan toilet.
|
d.
Kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi karena defekasi yang sering
dan feses yang cair
Tujuan : Kulit
pasien tetap utuh
Kriteria hasil : Anak
tidak memperlihatkan gejala rupture kulit
Intervensi
|
Rasional
|
1. Ganti popok dengan sering
2. Bersihkan bokong perlahan-lahan
dengan sabun lunak, non-alkalin dan air atau celupkan anak dalam bak untuk
pembersihan yang lembut
3. Beri salep seperti seng oksida
4. Hindari menggunakan tisu basah
yang dijual bebas yang mengandung alkohol pada kulit yang terekskoriasi
5. Berikan obat anti jamur yang tepat
|
1. Untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering
2. Karena feses diare sangat
mengiritasi kulit
3. Untuk melindungi kulit dari
iritasi (tipe salep dapat bervariasi untuk setiap anak dan memerlukan periode
percobaan)
4. Karena akan menyebabkan rasa
menyengat
5. Untuk mengobati infeksi jamur
kulit
|
e. Ansietas yang berhubungan dengan
keterpisahan anak dari orangtuanya, lingkungan yang tidak biasa, dan prosedur
yang menimbulkan distress
Tujuan : Pasien
memperlihatkan tanda rasa nyaman
Kirteria hasil : ansietas dapat terkontrol
1.
Anak
memperlihatkan tanda distress fisik atau emosional yang minimal
2.
Keluarga
berpartisipasi sebanyak mungkin dalam perawatan anak
Intervensi
|
Rasional
|
1. Dorong kunjungan keluarga dangan
dan partisipasi keluarga dalam perawatan sebanyak yang mampu dilakukan
keluarga
2. Sentuh, gendong dan bicara pada
anak sebanyak mungkin
3. Beri stimulasi sensoris dan
pengalihan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan kondisinya
|
1. Untuk mencegah stress yang
berhubungan dengan perpisahan
2. Untuk memberikan rasa nyaman dan
menghilangkan stress
3. Untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal.
|
0 komentar:
Posting Komentar