Askep Osteoporosis
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. PENEGERTIAN OSTEOPOROSIS
Osteoporosis
adalah kelainan di mana terjadi penurunan
massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis
normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan
tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah;
tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh
pada tulang normal.
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang
mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro
arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya
menimbulkan kerapuhan tulang (wikipedia.org).
Osteoporosis adalah kelainan di mana
terjadi penurunan masa tulang total. (buku ajar medikal bedah vol 3)
Adapun klasifikasi osteoporosis yaitu :
Osteoporosis
primer
Tipe
1 adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause
ipe
2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita.
Osteoporosis
sekunder. Di sebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif (misalnya mieloma
multiple, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan yang
toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang
lebih 2-3 juta klien.
Osteoporosis
idiopatik adalah osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan
pada :
Usia
kanak-kanak (juvenil)
Usia
remaja (adolesen)
Pria
usia pertengahan
B.
ANATOMI FISIOLOGI
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun
kurang lebih 25 % BB dan otot menyusun kurang lebih 50 %. Kesehatan dan baiknya
fungsi sistem muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain.
Struktur tulang memberi perlingdungan terhadap organ vital termasuk otak,
jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga
struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
Matriks tulang menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99 %
kalsium tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah terdapat dalam
rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakn
hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan
maupun produksi panas untuk mempertahankan temperatur tubuh.
Sistem skelet
Anatomi sistem skelet ada 206 tulang dalam tubuh manusia, terdiri 80
Appendicular dan 126 yang terbagi dalam 4 kategori :
1. Tulang panjang, co femur.
2. Tulang pendek, co tulang tarsalia.
3. Tulang pipih, co sternum.
4. Tulang tak teratur, co vertebra.
Struktur tulang
Mineral yang terdapat dalam matriks tulang terutama adalah calsium dan
fosfat. Unit dasar dari kortek tulang disebut sistem haversian. Yg terdiri dari
saluran haversian (yang berisi pembuluh darah, saraf dan lymphatik), lacuna
(berisi osteosit), lamella, canaliculi (saluran kecil yang menghubungakan
lacuna dan saluran haversian Bentuk dan kontruksi tulang tertentu ditentukan
oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya. Tulang tersususn oleh jaringan
tulang kanselus (trabekular/spongius) dan ortikal (kompak). Tulang panjang (mis
femur berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang
membulat). Batang atau diafasis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung
tulang panjang dinamakan epifisis yang tersusun oleh tulang kanselus. Plat
epifisis memisahkan epifisis dari diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan
longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami klasifikasi. Ujung
tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang
panjang disusu untuk menyagga berat badan dan gerakan. Tulang pendek (misalnya
metakarpal) terdiri dari tulang kanselus ditutupi selapis tulang kompak. Tulang
pipih (misalnya sternum) merupakan tempat penting hematopoesis dan sering
memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipi tersusun dari tulang
kanselus diantara 2 tulang kompak. Tulang tak teratur misalnya vertebra
mempunyai bentuk yang unik yang sesuai dengan bentuknya. Secara umum, struktur
ulang tak teratur sama dengan tulang pipih.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan
deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar—osteoblas, osteosit,
dan osteoklas.
1. Osteoblast
Sel pembentuk tulang
Memproduksi klagen tipe I dan berespon terhadap
perubahan PTH
Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan mineral pad matriks tulang à bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteocytes dan terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung mineral
Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan mineral pad matriks tulang à bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteocytes dan terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung mineral
2. Osteocytes
Berfungsi memelihara kontent mineral dan elemen
organik tulang
3. Osteoclast
Menyerap tulang selama pertumbuhan dan perbaikan Penyerapan tulang.
dengan cara mengeluarkan asam laktat dan kolagenase à menghancurkan mineral dan
merusak kolagen
Osteon
merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler, disekeliling kapiler tersebut merupakan matrik tulang yang
dinamakan lamela. Di dalam lamela terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah sejauh >0,1 mm). Bagian luar tulang
diselimuti oleh membran fibrus padat yang dinamakan periosteum. Periosteum
memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah,
dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang
merupakan sel pembentuk tulang.
Enosteum
adalah membran vasculer tipis yang menutupi rongga sum-sum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan tulang
untuk memelihara rongga sum-sum terletak dekat endosteum dan dalam lakuna
howship.
Sumsum tulang
merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang panjang dan
dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam sternum
vertebra dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel
darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum
lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik.
Tulang kanselus menerima asupan darah
yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum
mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal volkmann yang sangat kecil.
Selain itu, ada arteri nutrien yang menembus periosteum dan memasuki rongga
meduler melalui foramina (lubang-lubang kecil)arteri nutrien memasok darah ke
sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang mengikuti arteri dan ada yang keluar
sendiri. Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang
panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam
sternum vertebra dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi
sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum
lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. Tulang
kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis
dan epifisis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui
kanal volkmann yang sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrien yang menembus
periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang
kecil)arteri nutrien memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang
mengikuti arteri dan ada yang keluar sendiri.
C. ETIOLOGI
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
Determinan Massa Tulang
Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang
lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur
tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang
mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap
fraktur karena osteoporosis.
Faktor mekanis
Beban mekanis
berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal
tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat
akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi
baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya;
sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien
yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti
berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan
massa tulang di sampihg faktor genetik
Faktor makanan dan hormon
Pada
seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh
genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium)
di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang
bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
Determinan penurunan Massa Tulang
Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya
fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta
beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan
lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih
banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
Faktor mekanis
Di
lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan
menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
Kalsium
Faktor
makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri
menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang
masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada
hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam
tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin
yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium
sehari.
Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini
akan meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain.
Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan
mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan
mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif
Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya
estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium
dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
Rokok dan kopi
Merokok
dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa
tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi
kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
Alkohol
Alkoholisme
akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
D.
PATOFISIOLOGI
Dalam
keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang
yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari
proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang
Proses
konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang
bagian korteks dan lebih dini pd bagian trabekula
Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun
pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan
bagian trabekula pada usia lebih muda
Pada pria seusia
wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pd wanita
40-50 %
Penurunan massa
tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum
femoris, dan korpus vertebra
Bagian-bagian
tubuh yg sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius
bagian distal
Pembentukan
ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa
tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi
laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis
Kalsium
Kerangka
tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik
(30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal
hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F,
Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti
osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen
tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin,
proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan
fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai
perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks
tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting
dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut
kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai
dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh
perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian
eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat
diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan
meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens
fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan
menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells
dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan
meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat
menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga
aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif
kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause,
sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume
plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan
rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama
hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan
kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya,
terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat,
sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan
kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan
resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga
sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan
vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang
rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar
estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis,
karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen
yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita
tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada
laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG)
akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan
terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan
lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur
yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada
orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
E. MANIFESTASI KLINIS
1)
Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang
nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling
sering Th 11 dan 12 ) adalah:
Nyeri timbul mendadak
Sakit hebat dan
terlokalisasi pada vertebra yg terserang
Nyeri berkurang
pada saat istirahat di t4 tidur
Nyeri ringan pada
saat bangun tidur dan dan akan bertambah
oleh karena melakukan aktivitas
2)
Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)
F. KOMPLIKASI
Depresi
Beberapa
penelitian membuktikan, terdapat hubungan erat antara depresi dan osteoporosis.
Sifat hubungannya timbal balik. Ketidakmampuan penderita osteoporosis memilih
coping mechanism yang rasional dalam menghadapi
keterbatasannya, akan memicu timbulnya depresi. Sebaliknya, semakin sering
seseorang mengalami stres dan depresi,akan memicu disregulasi hormon tubuh,
khususnya cortisol yang berpengaruh buruk terhadap
osteophenia dan osteoporosis.
Depresi
adalah gangguan kejiwaan yang paling sering dijumpai pada penderita
osteoporosis.Gejala-gejala depresi pada usia lanjut sering kali tampil sebagai
kehilangan minat terhadap berbagai aktivitas hidup yang sebelumnya
disenangi,keluhan letih, lemah, lesu yang berkepanjangan, gangguan tidur,
penurunan berat badan, suasana emosi labil, mudah tersinggung, putus asa,dan
menyalahkan diri sendiri karena menjadi beban bagi keluarga dan lingkungan
terdekatnya.
Patah tulang
Cacat tubuh
kematian
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan non-invasif yaitu ;
Pemeriksaan
analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan
massa tulang.
Pemeriksaan absorpsiometri
Pemeriksaan komputer tomografi (CT)
Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat
invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas,
osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi
dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
Pemeriksaan laboratorium yaitu
pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga
pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers
osteocalein (GIA protein).
H. PENATALAKSANAAN
Prinsip
Pengobatan
Meningkatkan pembentukan tulang,
obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan
steroid anabolik
Menghambat resobsi tulang, obat-obatan
yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan
difosfonat
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Anamnesis
Riwayat
kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.
Kadang- kadang keluhan utama mengarahkan ke diagnosa ( mis., fraktur colum
femoris pada osteoporosis). Faktor lain yang diperhatikan adalah usia, jenis
kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama,
penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan
kalsium, fosfat dan vitamin D, latihan yang teratur dan bersifat weight
bearing. Obat-obatan yang diminum pada jangka panjang harus diperhatikan
seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasid yang mengandung
aluminium, natrium flourida dan etidronat bifosfonat, alkohol dan merokok
merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
Penyakit lain yang harus dipertanyakan dan berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin, dan insufiensi pankreas. Riwayat haid, usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakit tulang metabolik yang bersifat herediter.
Penyakit lain yang harus dipertanyakan dan berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin, dan insufiensi pankreas. Riwayat haid, usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakit tulang metabolik yang bersifat herediter.
Pengkajian
psikososial. Gambaran klinis pasien dengan osteoporosis adalah wanita
pascamenopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi
adanya fraktur multiple karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri klien
terutama citra diri, khususnya klien dengan kifosis berat. Klien mungkin
membatasi interaksi sosial karena perubahan yang tampak atau keterbatasan
fisik, tidak mampu duduk di kursi, dan lain-lain. Perubahan seksual dapat
terjadi karena harga diri atau tidak nyaman selama posisi interkoitus.
Osteoporosis dapat menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji
perasaan cemas dan takut pada klien.
Pola
aktifitas sehari-hari. Pola aktifitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olah raga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan
toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa
lebih baik. Selain itu, olah raga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan
sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi
tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan
muskulosekeletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya
gerak persendian adalah agility (kemampuan gerak cepat dan lancar) menurun,
stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi
ketrampilan motorik halus) menurun.
Pemeriksaan
fisik
B1
(Breathing).
Inspeksi:
ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi
: taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi:
cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi:
pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
B2
( Blood). Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin
dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah
atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
B3
( Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah.
Kepala
dan wajah: ada sianosis
Mata:
Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
Leher:
Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
B4
(Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan
pada sistem perkemihan.
B5
( Bowel). Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di
kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
B6
( Bone). Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien
osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan
penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas
tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering
terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
Adapun
data yang mungkin muncul pada pasien osteoporosis yaitu :
Data subjektif :
os
mengeluh nyeri punggung
os
mengatakan sulit BAB
os
mengatakan mudah lelah
Adanya
riwayat jatuh
Data objektif
kekuatan
otot menurun
kekakuan
sendi
deformitas
kifosis
fraktur
baru
ketidakseimbangan
tubuh
keletihan
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi Keperawatan :
1. Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi
Tujuan : Memahami osteoporosis dan
program tindakan
Tindakan :
1. Ajarkan pada
klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
2. Anjurkan diet
atau suplemen kalsium yang memadai.
3. Timbang Berat
badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal
ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4. Anjurkan Latihan
aktivitas fisik yang mana merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan
kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5. Anjurkan pada
lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari dan latihan
yang memadai untuk meminimalkan efek oesteoporosis.
6. Berikan
Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung
dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen
kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk
mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang
memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
7. Bila diresepkan
HRT, pasien harus diajar mengenai pentingnya skrining berkala terhadap kanker
payudara dan endometrium.
2. Nyeri yang
berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Tujuan : Meredakan
Nyeri
Tindakan
:
1. Peredaaan nyeri punggung dapat
dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring
ke samping selama beberapa hari.
2. Kasur harus padat
dan tidak lentur.
3. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa
nyaman dengan merelaksasi otot.
4. Kompres panas intermiten dan pijatan
punggung memperbaiki relaksasi otot.
5. Pasien diminta untuk menggerakkan
batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
6. Postur yang bagus
dianjurkan dan mekanika tubuh harus diajarkan. Ketika pasien dibantu turun dari
tempat tidur,
7. pasang korset lumbosakral untuk
menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman
dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
8. Bila pasien sudah dapat menghabiskan
lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering
istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat
postur abnormal pada otot yang melemah.
9. opioid oral
mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non
– opoid dapat mengurangi nyeri.
3. Konstipasi yang
berhubungan dengan imobilitasi atau terjadinya ileus (obstruksi usus)
Tujuan : memperbaiki pengosongan usus
Tindakan : Konstipasi
merupakan masalah yang berkaitan dengan imobilitas, pengobatan dan lansia.
Berikan diet tinggi serat.
1. Berikan tambahan
cairan dan gunakan pelunak tinja sesuai ketentuan dapat membantu atau
meminimalkan konstipasi.
2. Pantau asupan
pasien, bising usus dan aktivitas usus karena
bila terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
4. Risiko terhadap
cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik
Tujuan : mencegah cidera
Tindakan :
1. Anjurkan
melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini sangat penting untuk
memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang
progresif.
2. Ajarkan Latihan
isometrik, latihan ini dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh.
3. Anjurkan
untuk Berjalan, mekanika tubuh yang
baik, dan postur yang baik.
4. Hindari
Membungkuk mendadak, melenggok dan mengangkat
beban lama.
5. Lakukan aktivitas
pembebanan berat badan Sebaiknya dilakukan di luar rumah di bawah sinar
matahari, karena sangat diperlukan untuk memperbaiki kemampuan tubuh
menghasilkan vitamin D.
0 komentar:
Posting Komentar