I.
KONSEP DASAR MEDIS
A.
Pengertian
Cerebral Palsy ialah suatu keadaan kerusakan jaringan
otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan)
dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah
selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai
kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia, basal,
cereblum dan kelainan mental.
B.
Etiologi
Penyebab
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan
kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit
iklusi sitomegalik. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan
retardasi mental. Anoxia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan
kehamilan dapat menimbulkan “cerebral palsy”
b.
Perinatal
a)
Anoksia / hipoksia
Penyebab
yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury. Kelainan
inilah yang menyebabkan anoksia. Hal ini terdapat pada keadaan persentase bayi
abnormal, disproporsi sefalo-pelviks, partus lama, plasenta previa, infeksi
plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan sectio
caesar.
b)
Perdarahan otak
Perdarahan
dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya
perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernafasan dan
peredaran darah, sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang
subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan CSS, sehingga mengakibatkan
hidrocefalus. Perdarahan di subdural dapat menekan korteks serebri, sehingga
timbul kelumpuhan spastis.
c)
Prematuritas
Bayi kurang
bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan
bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan
lain-lain masih belum sempurna.
d) Ikterus
Ikterus pada
masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat
masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas
golongan darah.
e)
Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat
atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa“cerebral
palsy”
c.
Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak
yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan „cerebral palsy‟. Misalnya pada trauma kapitis,
meningitis ensefalitis dan luka parut.
C.
Patofisiologi
a. Adanya
malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya neuron dan
degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gry, saluran sulci dan berat otak
rendah.
b. Anoxia
merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak, atau sekunder dari
penyebab mekanisme yang lain. CP (Cerebral Palsy) dapat dikaitkan dengan
premature yaitu spastic displegia yang disebabkan oleh hypoxic infarction atau
hemorrhage dalam ventrikel.
c. Type
athetoid / dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan beberapa
saraf nuclei cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila gangsal banglia
mengalami injury yang ditandai dengan idak terkontrol; pergerakan yang tidak
dosadari dan lambat.
d. Type
CP himepharetic, karena trauma pada kortek atau CVA pada arteri cerebral
tengah. Cerebral hypoplasia; hipoglicemia neonatal dihubungkan dengan ataxia
CP.
e. Spastic
CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor korteks yang paling
ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif. Refleks tendon yang dalam
akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat menyebabkan pergerakan sentakan
yang tiba-tiba pada sedikit atau semua ektermitas.
f. Ataxic
CP adanya injury dari serebelum yang mana mengatur koordinasi, keseimbangan dan
kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak terkoordinasi pada ekstremitas aras
bila anak memegang / menggapai benda. Ada pergerakan berulang dan cepat namun
minimal.
g. Rigid
/ tremor / atonic CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor dan
ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas multiple
yang terkait dengan kurangnya pergerakan aktif.
- Manifestasi Klinis
Gangguan motorik berupa kelainan dan
lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis
„cerebral palsy‟.
a. Spastisitas
Terdapat
peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan refleks
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama
derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan
kecendrungan terjadi kontraktur.
Golongan
spastitis ini meliputi 2/3 – ¾ penderita „cerebral palsy‟ Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan, yaitu:
a)
monoplegia/monoparesis
kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang
lainnya
b)
hemiplegia/diparesis kelumpuhan
lengan dan tungkai dipihak yang sama
c)
diplegia/diparesis
kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat dari pada lengan
d) tetraplegia/tetraparesis
Kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan
dengan tungkai
b. Tonus otot
yang berubah
Bayi pada
golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasio dan berbaring seperti kodok
terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada „lower motor neuron‟.
c. Koreo-atetosis
Kelainan
yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi sendirinya
(„involuntary movement‟).
d. Ataksia
Ataksia
ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan
menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat.
e. Gangguan
pendengaran
Terdapat
pada 5 – 10% anak dengan „cerebral palsy‟. Gangguan
berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit
menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo- atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau
retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah
menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut, sehingga anak sulit membentuk
kata-kata dan sering tampak anak berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan
mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan
asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% derita „cerebral palsy‟ menderita kelainan mata.
- Komplikasi
a.
Retardasi mental
b.
Epilepsi
c.
Kelainan Virus
a)
Strabismus
b)
Kelalinan refraksi
c)
Hemianopsia
d.
Kelainan pendengaran
e.
Disartria
f.
Kelainan kortikal sensori
g.
Pertumbuhan
ekstremitas tidak simetris
h.
Skoliosis
i.
Dismofogenesis
j.
Kontraktur sendi
k.
Defisit
persepsi
F. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan
mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di
tegakkan.
b. Fungsi
lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses
degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
c. Pemeriksaan
EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang
disertai kejang maupun yang tidak.
d. Foto
rontgen kepala.
e. Penilaian
psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
f. Pemeriksaan
metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
G. Penatalaksanaan
Tapi tidak
dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang berlangsung seumur hidup. Tetapi
banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa hidup semandiri mungkin. Pengobatan
yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa berupa :
a.
Terapi fisik
b.
Loraces (penyangga)
c.
Kaca mata
d.
Alat bantu dengar
e.
Pendidikan dan sekolah khusus
f.
Obat anti kejang
g.
Obat pengendur otot (untuk
mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan diazepam
h.
Terapi okupasional
i.
Bedah ortopedik / bedah saraf, untuk
merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi
j.
Terapi wicara bisa memperjelas
pembicaraan anak dan membantu mengatasi masalah makan
k.
Perawatan (untuk kasus yang berat)
Jika tidak terdapat gangguan fisik
dan kecerdasan yang berat, banyak anak dengan cp yang tumbuh secara normal dan
masuk ke sekolah biasa. Anak lainnya memerlukan terapi fisik yang
luas.pendidikan khusus dan selalu memerlukan bantuan dalam menjalani
aktivitasnya sehari-hari.
Pada beberapa kasus, untuk
membebaskan kontraktur persendian yang semakin memburuk akibat kekakuan otot,
mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pembedahan juga perlu dilakukan untuk
memasang selang makanan dan untuk mengendalikan pefluks gastroesofageal.
II. KONSEP KEPERAWATAN
- Pengkajian
a. Identifikasi
anak yang mempunyai resiko
Angka
kejadian sekitar 1-5 per 1000 anak
b. Jenis
kelamin
Laki-laki
lebih banyak daripada wanita
c. Kap
iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat, perkembangan
pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten,
ataxic, kurangnya tonus otot.
d. Monitor
respon untuk bermain
e. Kap
fungsi intelektual anak
Pemeriksaan
Fisik
a)
Muskuluskeletal : -
spastisitas
Ataksia
b)
Neurosensory : -
gangguan menangkap suara tinggi
1. gangguan
bicara
2. anak
berliur
3. bibir
dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
4. trabismus
konvergen dan kelainan refraksi
c)
Eliminasi : - konstipasi
d) Nutrisi
: - intake yang kurang
Pemeriksaan
Laboratorium dan Penunjang
a) Pemeriksaan
pendengaran (untuk menetukan status pendengaran)
b) Pemeriksaan
penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)
c) Pemeriksaan
serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
d) MRI
kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaaan :
dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel.
e) EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara
fokal atau umum (ensefalins) / volsetasenya meningkat (abses)
f) Analisa
kromosom
g) Biopsi
otot
h) Penilaian
psikologik
B.
Intervensi Keperawatan
a.
Risiko
aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan :
a)
Klien
mudah untuk bernafas
b)
Pengeluaran
udara paksa tidak terjadi.
c)
Penggunaan
otot tambahan tidak terjadi.
d)
Tidak
terjadi dispnea.
e)
Kapasitas
vital normal.
f)
Respirasi
rate normal.
g)
Anak
tidak mengalami aspirasi.
Intervensi
:
1. Kaji pola pernafasan.
2. Aturlah posisi dengan memungkinkan
ekspansi paru maksimum dengan semi fowler/ kepala agak tinggi jurang lebih 30
derajat.
3. Berikan bantal atau sokongan agar jalan
nafas memungkinkan tetap terbuka.
4. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
anak.
5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan
tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal yang tepat.
6. Berikan penyebab untuk melancarkan jalan
nafas.
7. Monitor pernafasan, irama, kedalama dan
memantau saturasi oksigen.
8. Lakukan suction segera bila ada sekret
9. Berikan posisi tegak lurus atau setengah
duduk saat makan dan minum.
b.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
Tujuan :
a)
Terpenuhinya
intake nutrisi.
b)
Terpenuhinya
energi.
c)
Berat
badan naik
Intervensi
:
1. Monitor status nutrisi pasien.
2. Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
3. Catat adanya anoreksia, muntah dan
terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.
5. Informasikan pada keluarga, nutrisi apa
saja yang dibutuhkan bagi klien.
6.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan orang
lain yang berwenang.
c.
Penurunan
kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
Tujuan :
a)
Menunjukan
peningkatan kapasitas adaptif intracranial.
b)
Menunjukan
status neurologist.
Intervensi
:
1. Pengelolaan edema serebral.
2. Peningkatan perfusi serebral.
3. Memantau tekanan intracranial.
4.
Memantau
neurologist
d.
Ketidakteraturan
perilaku anak.
Tujuan :
a)
Menunjukan
tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak.
b)
Menunjukan
termoregulasi.
Intervensi
:
1. Manajemen lingkungan yang aman dan
nyaman bagi anak.
2.
Perbaikan
kualitas tidur.
e.
Risiko
injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari
injury.
Intervensi :
1.
Hindari
anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.
2.
Perhatikan
anak-anak saat beraktifitas.
3.
Beri
istirahat bila anak lelah.
4.
Gunakan
alat pengaman bila diperlukan.
5.
Bila
ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
6.
Lakukan suction.
7. Pemberian anti kejang bila terjadi
kejang.
0 komentar:
Posting Komentar